Friday, December 11, 2015

Baru Kemarin

Rasanya baru kemarin merasakan euforia kelulusan dari masa putih abu-abu.
Rasanya baru kemarin merasakan shock karena tidak lolos di PTN dan jurusan yang diinginkan.
Rasanya baru kemarin merasakan bahagianya bisa diterima di PTN dan jurusan yang sekarang.
Rasanya baru kemarin memakai seragam putih-hitam tanda masih mahasiswa baru.
Rasanya baru kemarin tertunduk segan saat lewat di depan kakak kelas.
Rasanya baru kemarin berkenalan, mendapat teman-teman dan sahabat baru dari berbagai penjuru.

Ah, waktu cepat sekali berlalu, tak terasa, sekejap saja. Ternyata, sudah 3,5 tahun aku di sini. Di PTN ini, fakultas ini, jurusan ini, bersama kalian. Selain pelajaran yang didapat dari kuliah, banyak sekali pelajaran kehidupan yang aku dapatkan dalam kurun waktu 3,5 tahun ini.

Tentang perjuangan.
Tentang pengorbanan.
Tentang kerja keras.
Tentang keikhlasan.
Tentang kepedulian.
Tentang komitmen.
Tentang keistiqomahan.
Tentang persahabatan.

Aku hampir tak percaya, sudah sampai di titik yang sejauh ini.

Ya Allah, terima kasih ternyata inilah skenario terbaik dari-Mu. Jalan terbaik yang Engkau pilihkan untuk hamba-Mu yang 3,5 tahun lalu pernah 'tidak terima' akan rencana indah-Mu.
Ya Allah, izinkanlah, ridhoilah, mudahkanlah langkah-langkah kami untuk menggapai cita dan tujuan hidup kami. Istiqomahkanlah selalu usaha kami. Kami tahu, memang tidak mudah mencapainya. Tetapi kami percaya, akan selalu ada kado terindah yang Engkau siapkan untuk kami. Insya Allah.

Friday, November 13, 2015

Panggung Sandiwara

Dunia ini panggung sandiwara.
Kata-kata terakhir dari almarhum Yai (kakek dalam bahasa Palembang). Kebanyakan dari kita memang sudah tak asing lagi mendengar kalimat yang menjadi lirik lagu yang dinyanyikan Nicky Astria itu. 

Dunia ini memang panggung sandiwara. Tempat dimana kebanyakan orang bersandiwara, memainkan perannya masing-masing, lebih dari sekadar protagonis atau antagonis. 

Dunia ini memang panggung sandiwara. Ada yang jujur, ada pula yang pembohong. Ada yang dermawan, ada pula yang kikir dan lintah darat. Ada yang memberi, ada pula yang meminta. Ada yang diperas, ada pula yang memeras. Ada yang ikhlas menolong, ada pula yang mengharap imbalan. Ada yang bekerja keras, ada pula yang ingin instant. Ada pembuat keributan, ada pula yang menjadi korban keributan. Ada yang pro, ada pula yang kontra. Ada korban, dan pasti ada pelakunya.

Dunia ini memang panggung sandiwara. Ada yang memang baik, ada pula yang pura-pura baik. Ada yang jahat, ada pula yang terpaksa jahat. Ah, terlalu banyak ternyata peran-peran seluruh manusia di dunia yang memang panggung sandiwara ini.

Yang jelas, jangan sampai kita memerankan peran-peran yang tidak baik itu. Jangan sampai terjebak di panggung sandiwara ini. Karena apapun peranmu di dunia, kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, Sang Sutradara di hari pembalasan nanti. Tak ada cara lain selain memohon petunjuk dan perlindungan Allah agar tidak terjebak dan menjadi korban di panggung sandiwara ini.

Monday, November 9, 2015

Disiplin Adalah Napasku

2006. Gadis kecil berambut panjang dikuncir satu bak ekor kuda yang berayun-ayun memasuki lapangan sebuah SMP. Ya, salah satu SMP favorit di kota Palembang. Senyum bahagianya terlihat mengembang, matanya berbinar-binar, sambil merapikan seragam baru kebanggannya itu. "Ya Allah, terima kasih aku telah resmi menjadi siswa SMP ini," gumamnya dalam hati.

Matanya memandang luas ke sekeliling lapangan SMP itu. Tak lama kemudian pandangannya tertuju pada papan besar bertuliskan Disiplin Adalah Napasku. Langkah kakinya yang tadi tampak lincah, terhenti sejenak. Dia mendongak, melihat papan yang letaknya dua kali lebih tinggi dari tubuhnya. "Wah, terlihat seperti slogan TNI," ucapnya.

Hari-hari berlalu, sampai suatu ketika selesai upacara bendera yang rutin dilakukan tiap hari Senin, kepala SMP menjelaskan arti dari papan bertuliskan Disiplin Adalah Napasku itu. Sejak saat itu, dia paham dan mulai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pun siswa-siswa lainnya.
Tahun demi tahun dia lewati. Sampailah di tahun 2009 yaitu tahun kelulusannya di SMP itu. Kemudian dia masuk SMA, singkat cerita dia pun lulus SMA di tahun 2012.

Tak disangka, Allah memberikan kesempatan padanya untuk mengenyam pendidikan di fakultas kedokteran di salah satu perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Entah mengapa, gadis itu seperti tak ingat apa yang dulu pernah tertanam di dalam hatinya. Dia seperti lupa pernah menjadi orang yang menerapkan kalimat di papan besar itu. Kalimat yang benar-benar menghipnotisnya untuk bekerja keras, berdisplin dalam kehidupan sehari-hari, mengatur waktu sebaik mungkin.

Dan kau tahu siapakah gadis itu? Gadis itu adalah aku. Ya, aku yang dulu sangat semangat dengan kalimat Disiplin Adalah Napasku. Aku ingin memiliki semangat seperti itu lagi. Ya Allah, mampukanlah.

Wednesday, October 28, 2015

Peribahasa

Ibarat peribahasa "karena nila setitik, rusak susu sebelanga". Kemudian disambung lagi dengan peribahasa "nasi telah menjadi bubur". Ya, dua peribahasa itulah yang bisa menggambarkan keadaan saat ini. Mungkin penyebabnya karena tidak mengindahkan pesan yang tersirat dari peribahasa "gajah di pelupuk mata tak tampak, semut di seberang lautan tampak".

Peribahasa yang menggambarkan sesuatu yang telah rusak, tidak bisa kembali lagi. Tapi itu jika dilihat dari sudut pandang biasa. Kalau kita melihat dari sudut pandang yang berbeda, anggaplah nila setitik yang merusak itu sebagai penambah rasa. Jadikanlah nasi yang sudah menjadi bubur itu berasa nikmat dengan menambahkan bumbu-bumbu solutif. Lebih membangkitkan semangat, bukan?

Ingatlah kenapa dulu memilih jalan ini, berada di sini, mengemban amanah ini, bersama orang-orang ini. Perjuangkanlah apa yang masih bisa dan memang harus diperjuangkan. Mungkin yang kelihatannya seperti puing-puing ini suatu saat bisa menjadi bangunan yang indah, bukan? Hap! Bismillah.

Thursday, September 3, 2015

Milik Bersama

Ketika dua kegiatan bertepatan di tanggal yang sama. Keduanya sama-sama penting, sama-sama hanya bisa dihadiri sekali. Yang satu kegiatan/acara terakhir di angkatan, satunya lagi acara nikah sepupu kandungmu di sebrang Pulau. Terlebih lagi, ayah dan ibumu benar-benar mengharapkan kehadiranmu. Bagaimana, kira-kira kamu pilih yang mana?

Saatnya melatih diri untuk memilih di antara pilihan tersulit, sebelum sibuk dengan skripsi, sebelum memasuki dunia coass, dimana 'pulang' adalah hal yang paling diidam-idamkan. Dimana 'bertemu keluarga' adalah hal yang paling dirindukan.

Apalagi jika kamu sudah menjadi dokter. 'Dirimu' itu bukan hanya milik Allah, orang tuamu, dan keluargamu saja, tetapi juga milik masyarakat, milik pasien-pasienmu kelak. Mungkin pada tahap ini kamu harus bisa membuat skala prioritas, membagi waktu sebaik dan seadil mungkin, agar tidak ada yang kecewa, tidak ada yang kehilangan 'dirimu'.

Hei, jangan terlalu serius membaca tulisan ini. Ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri yang semakin jarang pulang dan jarang menghadiri acara keluarga :")

Monday, August 17, 2015

70 Tahun Indonesiaku

70 tahun yang lalu, sekelompok pemuda "mendesak", mengasingkan dwi tunggal negeri ini; Soekarno-Hatta. Tentunya bukan hal yang mudah menyusun secarik kertas berisi "coret-coretan" teks proklamasi tersebut. Merekalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Ahmad Soebardjo yang dari malam hingga dini hari menyatukan pikiran, gagasan, serta ide-ide mereka dalam secarik kertas itu; sementara para pemuda berjaga di luar. Tepat tanggal 17 Agustus 1945, pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta secarik kertas yang telah diketik oleh Sayuti Melik tersebut dibacakan oleh sang proklamator.

Butuh perjuangan panjang untuk bisa memproklamirkan kemerdekaan negeri ini. Belum lama Belanda angkat kaki setelah 3,5 abad menjajah, datang pula Jepang yang menawarkan "janji-janji manis" terselubung yang rupa-rupanya sama saja, berniat menjajah negeri ini.

Sudah puluhan ribu nyawa melayang; mayat bergelimpangan (entah siapa) adalah pemandangan yang biasa di kala itu. Harga diri terinjak-injak pun sudah menjadi makanan sehari-hari. Suara tembakan, dentuman meriam, sudah tak asing lagi terdengar di zaman itu.

Saya memang tak pernah melihat, mendengar, dan merasakan langsung kejadian kelam di masa itu. Jangan! Jangan pernah lagi masa-masa kelam itu dirasakan oleh generasi ini dan yang akan datang. Jangan sampai kita yang lemah dan tak terlatih militer ini sampai harus ikut "angkat senjata" seperti zaman itu. Jangan-jangan mereka kini lebih cerdik, menjajah secara halus, tanpa kita sadari.  Entahlah. Yang jelas, saya, kamu, kalian harus bisa membalas jasa-jasa para pendahulu kita dengan "berjuang" melawan rasa malas.  Berjuang untuk belajar dengan sungguh-sungguh sebagai bekal kita mengabdi untuk negeri ini, sebagai dokter. Insya Allah

17 Agustus 2015 | 3 Dzulkhaidah 1436 H

Thursday, June 25, 2015

Guru Kehidupan

Setiap orang yang pernah saya temui dan turut mewarnai hidup saya, adalah guru kehidupan bagi saya. Siapapun mereka, darimanapun mereka berasal, dan bagaimanapun karakter mereka, mereka telah mengajarkan banyak hal secara tidak langsung dan tanpa mereka sadari.

Ada yang mengajarkan saya tetap tenang walaupun dirundung segudang masalah. Ada yang mengajarkan saya tetap semangat dan optimis walaupun harus berjuang berkali-kali. Ada yang mengajarkan saya untuk tetap ceria padahal sedang dilanda kesedihan. Ada pula yang mengajarkan untuk mengatur waktu sebaik mungkin, apapun kesibukanmu. Ada yang mengajarkan saya untuk senantiasa bersyukur kepada Allah, berapa pun rezeki yang kamu dapat. Dan yang paling penting adalah, ada yang mengingatkan untuk "jangan beribadah kepada Allah di sisa waktu, tetapi berikanlah waktu khusus untuk-Nya".

Masya Allah, mereka adalah hadiah dari Allah untuk saya. Mereka bukan sekadar "numpang lewat" di hidup saya, karena Allah menghadirkan mereka pasti punya maksud dan tujuan yang indah.

'Pengalaman' memang guru yang paling bijak, tetapi setiap orang adalah guru yang baik pula untuk orang lain, karena 'pengalaman' tanpa perantara, tidak akan bermakna.

Semarang, 8 Ramadhan 1436 H.

Wednesday, February 25, 2015

Merayakan Sisa Umur

Tak sedikit orang yang merayakan hari jadinya, hari jadi ayah-ibunya, hari jadi adik-kakaknya, hari jadi sahabatnya, hari jadi suami-istrinya, atau hari jadi guru-gurunya. Sah-sah saja menurut saya selama tidak berlebihan, dan tetap dalam batas-batas sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Selain menjalin hubungan silaturahim dan mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang Allah beri, atas berkah usia yang Allah amanahkan kepada "si yang berulang tahun" bahwa dia masih diberi Allah kesempatan untuk terus memperbanyak bekal di dunia, sebelum pulang ke kampung akhirat.

Tapi terlepas dari itu semua, makna ulang tahun yang sebenarnya menurut saya, ternyata kita semakin dekat dengan kematian. Umur kita memang semakin tua, semakin besar angkanya, semakin matang dan dewasa kelihatannya. Tapi tahukah bahwa sisa umur kita di dunia ini sesungguhnya tinggal sedikit? Saya hanya mengingatkan, (terutama untuk diri saya sendiri) bahwa selain bersyukur dan berbahagia di hari jadi kita itu, jangan lupa juga bahwa "jatah" umur kita di dunia ini semakin sedikit, maka jangan terlena dengan yang semakin sedikit ini, jangan lupa persiapkan bekal menuju kampung akhirat yang kekal dan abadi. Karena kita tak pernah tahu, kita sudah menghabiskan "jatah" umur kita seberapa banyak. Masih banyakkah? Semoga sisa umur kita di dunia ini selalu diisi dengan hal-hal yang positif, yang membuat Allah ridho pada kita, sehingga saat "jatah" kita sudah benar-benar habis, dan waktunya untuk kembali, kita berpulang dengan "akhir yang baik". Khusnul khotimah. Aamiin yaa robbal 'aalamiin.

Wednesday, February 11, 2015

Berarti

"Allah mempertemukan untuk satu alasan. Entah untuk belajar atau mengajarkan. Entah hanya sesaat atau selamanya. Entah akan menjadi bagian terpenting atau sekedarnya. Akan tetapi, tetaplah menjadi yang terbaik di waktu tersebut. Lakukan dengan tulus, meski tidak menjadi seperti yang diinginkan. Tidak ada yang sia-sia. Karena, Allah yang mempertemukan."
-dikutip dari berbagai sumber-

Semua orang yang pernah singgah di hidupku adalah penting. Satu persatu dari mereka punya perannya masing-masing. Kadang, mereka mengajarkanku banyak hal. Mereka turut memberi warna di hidupku, siapa pun itu.

Walaupun aku dianggap "sekedarnya" di hidup mereka. Diletakkan di memori ingatan paling bawah yang mungkin saja bisa dilupakan dengan mudah. Atau tak ada ruang secuil pun untuk meletakkan namaku di hati mereka. Aku tetaplah menganggap mereka berarti, karena Allah lah yang mempertemukan.

Thursday, January 15, 2015

Orang-Orang Baik

Salah satu dari sekian banyak nikmat Allah yang tak terhitung adalah, saya dapat menimba ilmu di kota ini, di kampus dan jurusan ini. Dan yang membuatnya semakin indah nan bermakna adalah, saya selalu dikelilingi oleh orang-orang baik. Orang-orang yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan, saling memotivasi untuk terus melakukan perbaikkan diri, melakukan kegiatan yang bermanfaat, serta yang selalu mengingatkan diri akan kehidupan akhirat. Apalagi anak rantau yang jauh dari pengawasan orang tua, keberadaan "orang-orang baik" ini amatlah berarti. Alhamdulillah, terima kasih sudah ada di sekeliling saya.

Sungguh, "Fabiayyi alaa irabbikumaa tukazzibaan?"

"Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"

 

Warna-Warni Kehidupan Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates