Sunday, November 27, 2016

Duluan Mana?

Allah SWT berfirman:

"Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga)."
(QS. An-Nur: Ayat 26)

Itulah janji Allah, orang yang baik akan dipertemukan dengan yang baik pula. Intinya, kalau mau mendapatkan jodoh yang baik, kitanya sendiri juga harus berusaha menjadi baik.

Nah tapi, usaha kita untuk terus memperbaiki diri itu jangan sampai hanya bertujuan agar mendapatkan jodoh yang baik saja. Luruskan niat, bahwa kita berusaha memperbaiki diri, terus meningkatkan amalan-amalan kebaikan karena memang kita tidak tahu mana yang duluan datang "menjemput". Jodoh duluan, atau maut duluan? Kalau ternyata maut duluan, apakah kita sudah siap? Sementara dosa masih menggunung, amalan belum seberapa. (Tamparan untuk diri sendiri).

Jadi, kalau ada yang tanya, "Eh kapan nyusul?" Jawab aja, "Tergantung, siapa yang duluan datang menjemput (jodoh duluan atau maut duluan), wkwkwk."

Semoga membantu bagi yang sering diserang pertanyaan sejenis wkwk.

Saturday, November 26, 2016

Tulisan

Percaya nggak percaya, di era digital seperti sekarang ini, kadang tulisan itu lebih "tajam" daripada lisan. Kenapa? Karena tulisan (kadang) punya makna ambigu, mengandung banyak persepsi, bisa membolak-balikkan pikiran orang, bahkan bisa menyinggung ataupun menyakiti hati orang (tanpa kita sadari). Walaupun si penulis nggak bermaksud seperti itu.

Itulah kenapa, di kalangan jurnalis selalu ada pepatah, "pena lebih tajam daripada pedang".

Jadi, Sarah mohon maaf kalau selama ini (mungkin) ada tulisan yang kurang berkenan. Sarah itu orangnya mudah lupa, makanya ditulis untuk mengingatkan diri sendiri. Kalau pas lagi khilaf dan berbuat salah, baca-baca lagi tulisan sendiri, eh... jadinya sadar lagi deh hehe.

Sunday, October 23, 2016

Awal Perjalanan Berikutnya

Dulu, empat tahun yang lalu, aku hampir putus asa karena tidak diterima di kampus yang diinginkan melalui jalur undangan (sekarang SNMPTN).

Dulu, empat tahun yang lalu, aku benar-benar kecewa tidak bisa datang mengikuti tes SBMPTN.

Dulu, empat tahun yang lalu, tak pernah sama sekali terpikirkan olehku, bahwa aku dapat menempuh studi di kampus ini.

Aku sedih, kecewa, dan marah waktu itu. Mengapa harus sesulit ini jalan yang kutempuh?

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."
(Q.S. Al-Baqarah : 286)

***

Alhamdulillah, akhirnya Allah menjawab doaku. Ramadhan empat tahun yang lalu, aku dinyatakan lolos seleksi melalui jalur PSSB di kampus yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Ternyata Allah punya rencana lain yang lebih indah, dan tak disangka-sangka.

"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."
(Q.S. Al-Baqarah: 216)

***

Alhamdulillah, dua hari lagi menjelang wisuda, satu tahap sudah terlewati. Masih ada tahap-tahap selanjutnya. Ini bukan akhir, tetapi awal dari perjalanan berikutnya. Perjuangan belum usai. Di depan, akan lebih banyak ujian yang harus dihadapi.

"Man saara 'alad-darby washala."
(Barangsiapa berjalan pada jalannya, maka sampailah ia).



Thursday, October 20, 2016

Kereta Kehidupan

Hidup ini seperti perjalanan menaiki kereta api.

Setiap kereta berhenti di stasiun, maka ada penumpang yang naik, ada penumpang yang turun. Ada juga penumpang yang tetap tinggal karena berhenti di stasiun akhir yang sama. Penumpang-penumpang yang kita temui tadi, kadang mengajak kita mengobrol, bercerita entah tentang kehidupannya atau keluarganya, atau sekedar obrolan ringan bertegur sapa untuk menghilangkan bosan dan kantuk selama perjalanan.

Hidup kita juga begitu. Setiap fase kehidupan, ada orang yang datang, ada orang yang pergi. Ada juga yang tetap tinggal bersama kita karena mempunyai tujuan yang sama. Mereka yang kita temui di tiap fase kehidupan mengajarkan banyak hal kepada kita. Tinggal kitanya mau atau tidak untuk mengambil hikmah dari setiap pembelajaran dari orang-orang yang kita temui.

Oh iya jangan lupa, nanti kita semua akan berjumpa lagi di stasiun akhir(at)! :)

Tuesday, October 18, 2016

Iman dan Akhlak

"Akhlak itu pancaran dari iman." -Mbak R-
Kalau orang beriman, insya Allah akhlaknya juga akan baik. Tercermin dari tingkah laku, ucapan, dan perbuatan dia sehari-hari (di dunia nyata, bukan maya hehe).

Lalu, kalau orang yang akhlaknya baik sudah pasti beriman belum? Belum tentu.
"Banyak yang akhlaknya baik, tapi belum tentu dia beriman." -Mbak F-

Nah tapi, kalau orang yang akhlaknya buruk (dari segi tingkah laku, ucapan, maupun perbuatan) perlu dipertanyakan lagi keimanannya.

Ingat kan definisi iman atau percaya? Diyakini dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan dilakukan dengan perbuatan :)

Semoga kita termasuk orang yang disebutkan di paragraf pertama ya! Aamiin. :)
Tulisan ini untuk mengingatkan diri sendiri.

Wednesday, October 12, 2016

Jangan Mempersulit Orang Lain

Dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa menyelesaikan urusan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa memudahkan orang yang sedang kesulitan, niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan tutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah mudahkan baginya jalan ke surga. Suatu kaum yang berkumpul di salah satu rumah Allah lalu membaca Kitab Allah dan saling mempelajarinya di antara mereka, niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka rahmat. Mereka dikelilingi malaikat dan Allah sebut-sebut mereka di hadapan makhluk di sisi-Nya. Dan barangsiapa lambat amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya."

Dalam keseharian kita, pasti pernah kan mengalami kesulitan? Zaman sekarang ini, urusan yang sebenarnya simple bin gampang, kadang jadi dipersulit, padahal kita sudah mengikuti alur atau peraturan yang dibuat. Entah di bagian mananya hal tersebut menjadi rumit sekali.

Semoga kelak semakin banyak orang-orang yang paham dan menerapkan nasihat ini:
Kalau urusan kita ingin dipermudah, maka permudahkanlah juga urusan orang lain. Kalau kita ingin ditolong, maka tolonglah juga orang lain. Dengan catatan selama dalam urusan atau koridor kebaikan.

Saturday, October 8, 2016

Apa Sebenarnya Bahagia Itu?

Apa sebenarnya bahagia itu?
Punya banyak uang? Tinggal di rumah mewah? Punya mobil mewah? Punya pekerjaan yang mapan? Punya jabatan/pangkat yang tinggi? Punya banyak waktu luang? Punya wajah rupawan? Punya banyak teman? Terkenal? Dielu-elukan banyak orang?

Lalu, kalau semua jawaban pertanyaan di atas YA, mengapa sampai saat ini banyak orang kaya yang tetap tidak bahagia? Mengapa banyak dari mereka yang punya pekerjaan mapan, jabatan/pangkat tinggi tetap tidak bahagia? Mengapa banyak orang yang punya waktu luang, terbuang percuma dan tetap tidak bahagia? Mengapa artis-artis yang punya wajah rupawan, banyak teman, terkenal, dielu-elukan banyak orang tetap tidak bahagia?

Jawabannya adalah karena kurangnya rasa syukur. Cobalah lihat kakek-nenek atau buyut-buyut kita zaman dahulu. Mereka tinggal di desa, rumah yang sederhana, dengan pekerjaan yang sederhana (petani, pedagang, guru, dsb) dengan penghasilan yang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Kemana-mana hanya jalan kaki, naik angkutan umum, atau bersepeda. Tidak ada salon atau tempat perawatan untuk menyulap diri menjadi rupawan. Tidak ada peralatan serba canggih seperti sekarang: mesin cuci, handphone, laptop, kulkas, dsb sehingga mereka semua mengerjakannya secara manual dan membuat mereka harus bangun lebih pagi agar tidak terlambat memulai aktifitas. Tetapi, mereka tetap bahagia. Senyum selalu mengembang di wajah mereka, bahkan bisa tertawa lepas.

Bahagia adalah apapun dan bagaimanapun keadaanmu, kamu tetap bersyukur, sehingga hatimu lapang dan menerima apapun dan bagaimanapun keadaanmu. Seperti yang telah Allah jelaskan dalam firmannya:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ  لَاَزِيْدَنَّـكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."
[QS. Ibrahim: Ayat 7]

Begitulah, seperti janji Allah, apabila kita bersyukur niscaya Allah akan menambahkan nikmat-Nya, hati kita terasa lapang sehingga kita selalu merasa bahagia. Sebaliknya, jika kita mengingkari nikmat Allah (tidak bersyukur), maka hati kita selalu terasa sempit dan membuat kita tidak bahagia. Dan jangan sampai karena kita tidak bersyukur akan nikmat Allah, membuat Allah murka dan menurunkan azab-Nya yang sangat pedih. Naudzubillah.

Sunday, September 25, 2016

Jangan Galau dan Baper Lagi, Ya!

Menginjak usia 20an ke atas ini, topik perbincangan yang paling sering dibahas saat kumpul-kumpul dengan teman satu angkatan tidak lain dan tidak bukan adalah masalah jodoh atau pernikahan.

Makin sering saya melihat teman-teman yang tersenyum, tersipu malu saat membahas tentang hal ini. Ada juga yang kelihatan semakin galau, semakin sering membuat status di media sosial tentang jodoh/pernikahan, eh ujung-ujungnya baper. Seolah tak sabar kapan hari bahagia itu datang.

Bagaimana dengan saya? Kalau saya sih, Alhamdulillah belum pernah posting masalah beginian di media sosial (dan baru kali ini saya posting di blog membahas ini). Karena saya juga bingung, apa yang harus digalaukan dan dibaperkan semasa kita 'menunggu'.

Ini ada sedikit tips (ala Sarah) agar kita tidak terlalu galau dan baper. Mungkin bisa dicoba :)

Pertama, jangan biarkan perasaan kita tumpah-ruah dibaca khalayak ramai di dunia maya. Curahkanlah semuanya hanya pada Allah, agar hati kita menjadi lebih tenang. Allah Maha Mengetahui segala isi hati kita, sekalipun kita tidak mampu merangkai kata-kata untuk berdoa. Karena kalau salah tempat mencurahkan (apalagi sesama teman yang baper) kan brabe.

Kedua, sibukkan diri kita dengan aktifitas positif untuk mengisi waktu luang agar tidak terlalu memikirkan hal-hal yang membuat galau dan baper.

Ketiga, kalau ada teman yang mulai memancing dengan obrolan perihal jodoh/pernikahan, jangan langsung baper. Mungkin teman kitalah sebenarnya yang baper, jangan sampai kita terbawa suasana hahaha :D Harusnya kita yang memberi masukan.

Keempat, terus perbaiki diri, terus belajar, terus persiapkan diri. Jangan sampai kita galau dan baper terus-terusan, tetapi kita tidak mau belajar ilmunya. Jangan sampai dari diri kita sendiri saja belum siap. Kalau tiba-tiba besok ada yang datang, gimana? Emang kita udah siap?

Kelima, terus berdoa kepada Allah dalam setiap sholat kita, "Rabbanaa hablanaa min azwajinaa wa dzurriyatinaa qurrota'ayun waja'alnaa lil muttaqiina imaamaa."

Kalau kata seorang Mbak dalam sebuah lingkaran, "semuanya itu butuh proses, tidak ada yang instan, mulai dari sekarang kita mempersiapkan diri dan terus berdoa (menyebutkan doa di atas)."

Nah, begitulah kira-kira tips anti galau dan anti baper ala Sarah hahaha :D selamat menunggu dan terus mempersiapkan diri! Jangan galau dan baper lagi ya! :3

Sunday, January 24, 2016

Belajar di Taksi

Hari ini, aku pergi ke rumah dosen untuk bimbingan KTI (alias skripsi). Seperti biasa, karena rumah dosen pembimbingku lumayan jauh dan sulit ditempuh dengan angkutan umum ataupun BRT, aku naik taksi. Sejak bersahabat dengan KTI, mungkin aku cukup sering menaiki taksi berlogo burung biru ini. Namun, hari ini aku mendapatkan pelajaran kehidupan yang begitu berharga dan rasanya terlalu pelit, kalau aku tidak membagikan cerita ini kepada kalian.

Sebut saja beliau berdua yang merupakan driver taksi burung biru ini dengan Pak A dan Pak B. Pak A adalah orang yang mengantarkanku ke rumah dosen, sedangkan Pak B adalah orang yang mengantarkanku kembali ke kost.

[Cerita Pak A]

“Mau diantar kemana ya Mbak?” tanya Pak A saat aku tengah merapikan duduk sambil terengah-engah karena baru saja selesai dari tempat fotocopy. “Ke jalan (bla bla bla) ya Pak.” jawabku menerangkan tempat yang dituju. Setelah itu, keadaan kembali hening. “Kok nggak pulang Mbak? Asalnya dari mana? ” tanya Pak A. Aku pun menjawab sekenanya, “Oh iya Pak, saya ada bimbingan skripsi dengan dosen. Saya besar di Palembang, tapi ayah saya orang Medan.”

Suasana kembali hening, dan aku pun hanya melihat ke arah jendela sambil berdoa semoga saja bimbingan nanti lancar. “Wah Medan ya..., saya dulu kerja di Medan 20 tahun, Mbak.” Sontak aku pun kaget dan balik bertanya, “Hah beneran Pak? Lama juga Pak 20 tahun di Medan. Dulu kerja apa?”  “Ya, serabutan sih Mbak hahaha.” jawabnya.

Lalu, pembahasan kami pun tak jauh-jauh dari durian, sifat dan watak orang Medan, dan sebagainya.

Setelah hampir sampai di rumah dosen, tiba-tiba ada kereta api yang lewat, sehingga jalan ditutup dan taksi itu pun berhenti sebentar. “Saya dulu pernah ke Seoul, Korea Selatan, Mbak. Disana ada kereta juga tapi nggak kayak kereta disini. Kereta disana itu rodanya nggak nyentuh rel, kayak ngambang, jadi nggak berisik bunyinya.” kata Pak A. Lagi-lagi aku dibuat kaget oleh beliau. Kemudian Pak A menjelaskan tentang mesin-mesin yang lebih detail dan tentu saja membuatku bingung hahaha. “Sepertinya bapak ini bukan orang sembarangan deh, terlihat dari gaya bicara dan penjelasannya.” gumamku dalam hati.

Singkat cerita, akhirnya aku sampai di rumah dosen. Dan bimbingan selama hampir 1 jam pun selesai.

[Cerita Pak B]

“Ke Tembalang ya Pak.” pintaku. “Baik, Mbak.” jawab Pak B. Untuk memecah keheningan akhirnya Pak B membuka obrolan, “Dari rumah siapa Mbak?” “Dari rumah dosen, tadi habis bimbingan skripsi, Pak.” jawabku. “Oh, udah semester akhir tho Mbak?” tanyanya. “Iya Pak, insya Allah tahun ini wisuda.” jawabku seraya mohon diaminkan.

Setelah cukup lama suasana hening, akhirnya Pak B menceritakan kalau beliau juga punya anak yang kuliah di Polines. Pak B mengeluhkan biaya kuliah yang semakin tinggi dan tidak sebanding dengan pendapatannya.

“Saya dulu sempat 16 tahun Mbak, ngajar di salah satu akademi swasta di Semarang. Tapi, sejak tahun 2006 bangunannya digusur, staff pengajar dan karyawan-karyawan disana nggak ada yang dikasih sangu sama pemiliknya.” Pak B mulai menceritakan kehidupannya. “Wah, berarti dulu Bapak dosen ya, Pak?” tanyaku antusias. “Iya Mbak, ngajar akuntansi, dulu juga saya lumayan menjabat disana.” kata Pak B menyambung ceritanya. Aku pun semakin penasaran dan bertanya, “Lho sekarang akademi itu udah nggak ada lagi, Pak?” “Masih ada Mbak, tapi sudah berubah nama dan tempatnya bukan disana lagi.” jawab Pak B.

Pak B melanjutkan lagi ceritanya, “Sejak berhenti ngajar, akhirnya saya kerja di perusahaan, Mbak. Perusahaan yang bergerak di bidang packaging.” “Maksudnya gimana tuh, Pak?” tanyaku penasaran. “Perusahaan itu mempacking barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri.” jelas Pak B. Aku semakin penasaran, “Terus sekarang perusahaannya masih, Pak?” “Nggak Mbak, sudah gulung tikar sejak 2014. Karena waktu itu dollar melambung tinggi dan rupiah anjlok. Padahal saya dan teman-teman merintis perusahaan itu dari nol.” jawab Pak B dengan nada sedih.

“Bapak sejak kapan gabung di armada ini?” tanyaku. “Ya, mungkin udah sekitar 8-9 bulan Mbak, mau gimana lagi, butuh banyak biaya untuk anak saya kuliah dan sekolah. Alhamdulillah kemarin anak saya yang di Polines dapat beasiswa, lumayan meringankan setengah biayanya.” Pak B pun menutup obrolan.

Alhamdulillah, belajar itu bisa dimana saja dan dengan siapa saja. Hari ini, aku benar-benar bersyukur bisa mendapatkan pelajaran dan cerita berharga dari dua orang bapak yang hebat itu.

 

Warna-Warni Kehidupan Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates