Sunday, January 24, 2016

Belajar di Taksi

Hari ini, aku pergi ke rumah dosen untuk bimbingan KTI (alias skripsi). Seperti biasa, karena rumah dosen pembimbingku lumayan jauh dan sulit ditempuh dengan angkutan umum ataupun BRT, aku naik taksi. Sejak bersahabat dengan KTI, mungkin aku cukup sering menaiki taksi berlogo burung biru ini. Namun, hari ini aku mendapatkan pelajaran kehidupan yang begitu berharga dan rasanya terlalu pelit, kalau aku tidak membagikan cerita ini kepada kalian.

Sebut saja beliau berdua yang merupakan driver taksi burung biru ini dengan Pak A dan Pak B. Pak A adalah orang yang mengantarkanku ke rumah dosen, sedangkan Pak B adalah orang yang mengantarkanku kembali ke kost.

[Cerita Pak A]

“Mau diantar kemana ya Mbak?” tanya Pak A saat aku tengah merapikan duduk sambil terengah-engah karena baru saja selesai dari tempat fotocopy. “Ke jalan (bla bla bla) ya Pak.” jawabku menerangkan tempat yang dituju. Setelah itu, keadaan kembali hening. “Kok nggak pulang Mbak? Asalnya dari mana? ” tanya Pak A. Aku pun menjawab sekenanya, “Oh iya Pak, saya ada bimbingan skripsi dengan dosen. Saya besar di Palembang, tapi ayah saya orang Medan.”

Suasana kembali hening, dan aku pun hanya melihat ke arah jendela sambil berdoa semoga saja bimbingan nanti lancar. “Wah Medan ya..., saya dulu kerja di Medan 20 tahun, Mbak.” Sontak aku pun kaget dan balik bertanya, “Hah beneran Pak? Lama juga Pak 20 tahun di Medan. Dulu kerja apa?”  “Ya, serabutan sih Mbak hahaha.” jawabnya.

Lalu, pembahasan kami pun tak jauh-jauh dari durian, sifat dan watak orang Medan, dan sebagainya.

Setelah hampir sampai di rumah dosen, tiba-tiba ada kereta api yang lewat, sehingga jalan ditutup dan taksi itu pun berhenti sebentar. “Saya dulu pernah ke Seoul, Korea Selatan, Mbak. Disana ada kereta juga tapi nggak kayak kereta disini. Kereta disana itu rodanya nggak nyentuh rel, kayak ngambang, jadi nggak berisik bunyinya.” kata Pak A. Lagi-lagi aku dibuat kaget oleh beliau. Kemudian Pak A menjelaskan tentang mesin-mesin yang lebih detail dan tentu saja membuatku bingung hahaha. “Sepertinya bapak ini bukan orang sembarangan deh, terlihat dari gaya bicara dan penjelasannya.” gumamku dalam hati.

Singkat cerita, akhirnya aku sampai di rumah dosen. Dan bimbingan selama hampir 1 jam pun selesai.

[Cerita Pak B]

“Ke Tembalang ya Pak.” pintaku. “Baik, Mbak.” jawab Pak B. Untuk memecah keheningan akhirnya Pak B membuka obrolan, “Dari rumah siapa Mbak?” “Dari rumah dosen, tadi habis bimbingan skripsi, Pak.” jawabku. “Oh, udah semester akhir tho Mbak?” tanyanya. “Iya Pak, insya Allah tahun ini wisuda.” jawabku seraya mohon diaminkan.

Setelah cukup lama suasana hening, akhirnya Pak B menceritakan kalau beliau juga punya anak yang kuliah di Polines. Pak B mengeluhkan biaya kuliah yang semakin tinggi dan tidak sebanding dengan pendapatannya.

“Saya dulu sempat 16 tahun Mbak, ngajar di salah satu akademi swasta di Semarang. Tapi, sejak tahun 2006 bangunannya digusur, staff pengajar dan karyawan-karyawan disana nggak ada yang dikasih sangu sama pemiliknya.” Pak B mulai menceritakan kehidupannya. “Wah, berarti dulu Bapak dosen ya, Pak?” tanyaku antusias. “Iya Mbak, ngajar akuntansi, dulu juga saya lumayan menjabat disana.” kata Pak B menyambung ceritanya. Aku pun semakin penasaran dan bertanya, “Lho sekarang akademi itu udah nggak ada lagi, Pak?” “Masih ada Mbak, tapi sudah berubah nama dan tempatnya bukan disana lagi.” jawab Pak B.

Pak B melanjutkan lagi ceritanya, “Sejak berhenti ngajar, akhirnya saya kerja di perusahaan, Mbak. Perusahaan yang bergerak di bidang packaging.” “Maksudnya gimana tuh, Pak?” tanyaku penasaran. “Perusahaan itu mempacking barang-barang yang akan diekspor ke luar negeri.” jelas Pak B. Aku semakin penasaran, “Terus sekarang perusahaannya masih, Pak?” “Nggak Mbak, sudah gulung tikar sejak 2014. Karena waktu itu dollar melambung tinggi dan rupiah anjlok. Padahal saya dan teman-teman merintis perusahaan itu dari nol.” jawab Pak B dengan nada sedih.

“Bapak sejak kapan gabung di armada ini?” tanyaku. “Ya, mungkin udah sekitar 8-9 bulan Mbak, mau gimana lagi, butuh banyak biaya untuk anak saya kuliah dan sekolah. Alhamdulillah kemarin anak saya yang di Polines dapat beasiswa, lumayan meringankan setengah biayanya.” Pak B pun menutup obrolan.

Alhamdulillah, belajar itu bisa dimana saja dan dengan siapa saja. Hari ini, aku benar-benar bersyukur bisa mendapatkan pelajaran dan cerita berharga dari dua orang bapak yang hebat itu.

 

Warna-Warni Kehidupan Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates