Tuesday, December 23, 2014

Kawan Lama

Aku tertegun saat menatap layar ponselku usai makan malam. Setelah sekian lama aku tak tahu kabarnya, akhirnya mampirlah sebuah Broadcast Message dari teman SMAku bertuliskan pinnya. Tanpa pikir panjang aku langsung meng-invite pinnya itu.

Setelah 10 menit, dia pun meng-accept dan masukklah namanya di daftar kontak teman-teman SMAku.

--------------------------------------------

Usai mengucap salam layaknya sesama muslim dan say hi aku langsung menanyakan kabar studinya. Mengejutkan. Rupanya sejak setahun lalu dia pindah jurusan, dari MIPA ke PSIK (Program Studi Ilmu Keperawatan) di kampus swasta ternama di Palembang.

Pikiranku menerawang ke masa SMA. Dia pintar, pendiam, religius, dan tak pernah turun dari tahta juara umum 2 dan peringkat 1 di kelasnya. Sudah berulang kali aku mencoba mengunggulinya, dan hasilnya aku selalu saja setingkat di bawahnya, juara umum 3, bahkan kadang masih "diserempet" sahabat karibku di kelas sebelah.

Oh iya, sebenarnya bukan masalah saing-saingan kami saat SMA dulu yang ingin kubahas. Jangankan ngobrol bareng, bertatap muka saja rasanya aku segan dan malu. Pertama, karena dia laki-laki. Agamaku melarang perempuan terlalu intens dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Kedua, karena selama 3 tahun SMA kami tak pernah satu kelas. Ketiga, karena aku sempat kesal karena guru pelajaran bahasa Indonesiaku yang kerap kali membanding-bandingkan aku dan dirinya, sampai-sampai pernah suatu ketika guruku itu menulis rata-rata nilaiku dan nilainya di papan tulis dengan disaksikan empat puluh empat pasang mata. Duh!

Ya, itu dulu.

Dan jangan salah kira, aku tak akan menulis cerita roman ala remaja. Pelajaran berharga yang ingin aku bagikan adalah, Allah benar-benar kembali menegurku lewat kawanku itu. Allah menegurku agar aku lebih bersyukur. Agar aku lebih bersungguh-sungguh dalam studiku.

"Emas akan tetap menjadi emas, sekalipun di lumpur yang dalam". Quote yang ia sampaikan menjadi penutup obrolan kami malam ini. Quote yang seakan menggambarkan dirinya kini. Aku percaya Allah pasti punya rencana yang indah untukmu, wahai kawanku yang jenius!

Dan untuk diriku, semoga aku semakin bersyukur, bersyukur, dan bersyukur telah Allah amanahkan untuk belajar di kampus dan jurusan ini.

Aku tahu, betapa dulu engkau sangat ingin menjadi penyambung tangan Tuhan berjas putih. Tak masalah kawan, menjadi partner yang senantiasa membantunya juga pekerjaan mulia. Percayalah, rencana Allah akan selalu indah, dan tak disangka-sangka.

22 Desember, Aku Masih Disini

Aku masih disini, saat orang-orang melepas penat sepekan lebih bersama keluarga tercinta. Aku masih disini, saat mereka berlibur dengan teman-temannya. Aku masih disini, saat mereka memeluk hangat ibunda tercinta dan mengucapkan "Selamat Hari Ibu". Aku masih disini, di ruang 3 x 3, bersama setumpuk materi ujian akhir.

Ibuku yang jauh disana, maafkan aku. Aku tak pandai berkata-kata. Tak pula bisa memelukmu hangat di "Hari Ibu". Tak ada bunga, tak ada kue, tak ada surprise, tak ada fotoku bersanding denganmu yang diunggah ke sosial media seperti anak-anak zaman sekarang.

Dari 365 hari yang Allah beri, mengapa hanya di hari itu saja aku harus mengungkapkan cintaku padamu, Ibu? Padahal setiap hari Allah memberiku napas untuk selalu berbakti, mengasihi, menyayangi, mencintai, dan mendoakanmu setiap hari.

Percayalah ibu, walau tak ada bunga, kue, ataupun fotoku dan dirimu bersanding di sosial media, namamu senantiasa terpatri dalam sanubariku. Selalu kusebut namamu dalam doa-doaku. Semoga Allah selalu menyayangimu, mengasihimu, melindungimu, mengizinkanmu melihatku lulus dari studiku dengan baik, bekerja, lalu menjadi ibu seperti dirimu.

Salam sayang,
Anakmu yang merindukanmu.

 

Warna-Warni Kehidupan Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates