Sunday, August 17, 2014

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Bolehkah saya menceritakan kisah seorang guru kelas 1 Sekolah Dasar, tepatnya di sebuah sekolah swasta di kota Palembang? Pak Yamin. Begitulah rekan-rekan guru, anak murid, serta wali murid kerap menyapanya. Sosok yang sederhana, betul-betul sederhana. Berangkat mengajar pun beliau selalu naik angkutan umum, saya tahu rumahnya cukup jauh dari sekolah itu, kira-kira 45 menit barulah beliau sampai. Pakaiannya pun sederhana, namun tetap rapi dan bersahaja. Kacamata dengan frame kotak besar, rambut disisir belah pinggir, serta pulpen yang selalu terselip di saku bajunya, itulah yang menjadi ciri khas Pak Yamin. Senyum selalu mengembang di wajahnya yang ramah dan meneduhkan, membuat tentram hati orang-orang yang melihatnya. Metode mengajarnya yang unik, membuat murid cepat pintar membaca dan menjadi tangkas dalam berhitung.


Bukan hal yang mudah mengajari murid kelas 1 SD. Semua orang tahu itu. Butuh kesabaran ekstra serta hati yang ikhlas agar ilmu yang diajarkan dapat diserap dengan baik oleh murid-muridnya. Terlebih lagi saat itu, beliau sendirilah yang mengajar semua mata pelajaran anak kelas 1C dan 1D, kecuali Pendidikan Jasmani dan Kesenian. Selama saya menjadi muridnya, belum pernah saya melihat beliau memarahi, memukul, ataupun mencubit anak-anak didiknya. Jangan tanyakan soal kesabaran pada beliau. Mungkin beliau satu-satunya guru tersabar yang pernah saya temui sampai saat ini, sampai saya sudah menjadi mahasiswa kedokteran semester 5.

Hal paling mengesankan yang tetap saya ingat hingga saat ini adalah sewaktu saya belum dijemput oleh Yai (sebutan Kakek dalam bahasa Palembang), saat itu saya menangis sejadi-jadinya di depan kelas 2, kebetulan beliau sedang mengajar di kelas tersebut. Maklum saja, di SD tempat saya bersekolah, fenomena satu orang guru mengajar beberapa kelas dengan banyak mata pelajaran yang diampu, menjadi hal yang biasa. Mungkin saat itu SD kami kekurangan tenaga guru. Beliau yang melihat saya menangis langsung menghampiri saya dan mengajak saya masuk ke kelas 2 itu. Di kelas, saya dihibur dan ditenangkan oleh beliau, serta disuruh duduk di kursi guru. Malu sekali saat itu, kakak kelas 2 sepertinya berbisik-bisik dan menertawakan saya. "Ah, cengeng banget! Masa' belum dijemput aja nangis!", gumam mereka.

Tahukah? Saat naik ke kelas 2, saya satu-satunya murid yang takut, lebih tepatnya benar-benar takut dengan pelajaran Matematika. Setiap ada jadwal pelajaran Matematika saya selalu tiba-tiba menjadi panas-dingin, pucat, ingin muntah, tidak mau sarapan, tidak mau berangkat ke sekolah. Entahlah apa yang terjadi pada saya saat itu sehingga kelakuan saya menjadi aneh, dan membuat orang serumah terheran-heran. Sampai pada akhirnya Yai memberikan saya seorang guru privat agar saya tak takut lagi dengan Matematika. Mengejutkan sekali, guru privat saya ternyata Pak Yamin! Senang bukan kepalang saya saat itu.

Lambat laun, entah bagaimana prosesnya, saya jadi suka Matematika dan menjadi mahir berhitung dengan angka-angka itu. Di sekolah, saya menjadi salah satu murid yang pandai Matematika. Saat teman saya baru selesai mengerjakan 1 soal, saya sudah melahap 3 soal. Saya rasa, keikhlasan Pak Yaminlah yang membuat saya yang tadinya zonk menjadi mahir Matematika, setidaknya sampai saya lulus SD.

Belajar dengan Pak Yamin, bukan sekedar belajar. Selama menjadi guru privat saya, Pak Yamin juga mengajari saya membaca Al-qur'an (padahal saat itu saya masih Iqro' 5, tapi Pak Yamin percaya kalau saya bisa lompat Iqro' 6 dan langsung belajar Al-qur'an). Beliau juga yang mengajari saya bagaimana agar tulisan tangan kita menjadi rapi dan 'cantik'. Beliaulah yang mengajari saya membuat karangan, tulisan, apapun itu yang berhubungan dengan seni menulis. Mungkin itulah salah satu hal yang menyebabkan saya suka sekali menulis sampai saat ini. 

Saat saya kelas X SMA (sekitar pertengahan tahun 2009 atau awal tahun 2010), Pak Yamin pensiun sebagai guru SD. 

Terima kasih Pak Yamin, telah menjadi guru terbaik untuk saya, selalu mengajari saya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Kau tak sekedar mengajar, tetapi juga mendidik. Tulisan ini mungkin tak seberapa dibanding jasa-jasamu. Tapi hanya ini yang dapat saya hadiahkan untukmu (walaupun saya tahu, mungkin tulisan ini tak sampai padamu) di hari ini, bertepatan dengan Hari Kemerdekan Republik Indonesia yang ke-69. Jika Allah berkenan, ingin rasanya berjumpa lagi denganmu dan berkata, 

"Terima kasih atas jasa-jasamu yang membuat saya sampai pada titik ini, di sini, di kota ini atas izin Allah."

Semoga sosok guru sepertimu tetap ada di negeri ini, karena generasi penerus bangsa yang cemerlang dapat dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar. 


No comments:

 

Warna-Warni Kehidupan Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates